Persaudaraan dalam Cahaya Iman: Kisah Perjumpaan di Masjid Al-Hikmah Bukit Raya
Batam, sidikfikus.com – kota industri dan pertemuan berbagai budaya, menjadi saksi perjalanan spiritual dan sosial banyak perantau yang datang dengan semangat dan harapan. Tahun 2006 menjadi tonggak awal bagi seorang pria asal Jeneponto, Sulawesi Selatan, saat pertama kali menapakkan kaki di pulau yang penuh dinamika ini. Dalam perjalanannya, ia menemukan bukan hanya penghidupan, tetapi juga keluarga dalam iman—yang menguatkan jiwa dan langkahnya.
Perjalanan ke Batam tidak serta-merta membawanya ke tempat tujuan. Melalui proses yang panjang dan berliku, ia akhirnya diterima bergabung dalam Persatuan Mubaligh Batam (PMB) di Batuampar. Kenangan tentang masa-masa awal penuh ujian masih segar di ingatannya, termasuk saat menjalani proses seleksi yang penuh tantangan. Salah satu tokoh yang hadir dalam seleksi tersebut dan begitu membekas dalam memorinya adalah Didi Suryadi, seorang figur yang mengujinya secara langsung. Bersama nama lain seperti Muhtar, pria kelahiran 1984 yang juga menjadi bagian penting dalam perjalanan itu, ia mulai menapaki jalan dakwah di Batam dengan penuh keyakinan.
Tahun 2012 menjadi babak baru ketika ia menemukan komunitas yang lebih kuat di Masjid Al-Hikmah Bukit raya. Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, melainkan titik temu para perantau yang mengikat hati dalam ukhuwah Islamiyah. Di sanalah ia bertemu kembali dengan Muhtar, seorang sesama Bugis asal Bone, yang ternyata lahir di Jambi pada tahun 1974. Pertemuan mereka di Masjid Al-Hikmah Bukit Raya menjadi titik awal jalinan silaturahmi yang erat. Meskipun berasal dari daerah yang berbeda, latar belakang budaya Sulawesi Selatan membuat mereka cepat akrab dan saling mendukung dalam aktivitas keagamaan maupun sosial.
Dalam suasana masjid yang damai, ia juga bertemu dengan sosok imam masjid yang ramah dan bersahaja, Muhammad Zadi, S.Pd. Pria asal Madura ini merupakan pendatang baru yang tiba di Batam pada tahun 2016. Meskipun berasal dari latar budaya yang berbeda, perjumpaan mereka di Masjid Al-Hikmah berlangsung hangat, dilandasi semangat keislaman dan toleransi yang tinggi. Keakraban yang terjalin bukan hanya sebatas rekan dakwah, tetapi juga sebagai keluarga spiritual yang saling menguatkan.
Masjid Al-Hikmah sendiri telah menjadi pusat aktivitas dakwah dan sosial yang hidup. Kehadirannya di tengah masyarakat Bukit raya tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai jembatan penghubung antara berbagai suku dan latar belakang. Dari Jeneponto, Bone, hingga Madura, perbedaan diikat oleh keimanan yang sama dan semangat untuk berbuat kebaikan.
Kisah ini bukan hanya tentang seorang pria yang mengadu nasib di Batam, melainkan tentang bagaimana ukhuwah dibangun melalui proses, ujian, dan perjumpaan yang tak terduga. Dari persaudaraan yang lahir dalam masjid, tumbuhlah kekuatan bersama untuk terus menebar kebaikan di tengah masyarakat yang majemuk. Di balik tembok Masjid Al-Hikmah, terpancar cahaya ketulusan dan harapan yang terus menyinari langkah para perantau yang merindukan kebersamaan dalam iman. (Nursalim Turatea/Yti).