Pemecatan Sepihak Tenaga Cleaning Service dan Quran Center di Tanjungpinang: Antara Kebijakan dan Kesejahteraan Pekerja

Kota Tanjungpinang tengah dirundung persoalan serius terkait kebijakan tenaga kerja yang dinilai merugikan banyak pihak. Sebanyak 14 tenaga cleaning service (CS) dan pekerja di Quran Center yang selama ini mengabdi di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungpinang diberhentikan secara sepihak tanpa melalui prosedur yang semestinya. Keputusan ini menuai reaksi keras, terutama dari para pekerja yang merasa hak-hak mereka tidak diperhatikan.

Salah satu pekerja yang terdampak, Mustajar, mengungkapkan kekecewaannya atas kebijakan ini. Mustajar sendiri telah bekerja selama 14 tahun di instansi tersebut, sementara rekan-rekannya seperti Abdul Malik dengan masa kerja enam tahun, serta beberapa lainnya seperti Ratna Puspita Sari, Ariansya, Supiah, dan Siti Nuraida, juga telah mengabdi selama lebih dari lima tahun. Keputusan pemberhentian yang mendadak ini bukan hanya membuat mereka kehilangan pekerjaan, tetapi juga menimbulkan ketidakpastian dalam kehidupan mereka, terutama dalam kondisi ekonomi yang sedang sulit.

Menurut pengakuan Mustajar, kebijakan ini diambil setelah Wali Kota Tanjungpinang menggandeng pihak ketiga untuk mengambil alih tenaga cleaning service. “Karena Wali Kota bawa orang baru, tadi 14 orang diberhentikan,” ungkapnya dengan nada kecewa. Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa perusahaan baru yang mengambil alih pekerjaan ini enggan mempertahankan sebagian tenaga lama. “PT baru nggak mau pakai yang lama separuh. Titipan Wali Kota. Ada orang baru,” lanjutnya. Pernyataan ini mengindikasikan adanya dugaan bahwa tenaga kerja baru yang masuk merupakan orang-orang yang memiliki kedekatan dengan pemerintahan baru.

Tidak hanya tenaga cleaning service, para pekerja yang selama ini bertugas sebagai juru masak di Quran Center juga mengalami nasib serupa. Mereka diberhentikan tanpa mendapatkan pesangon atau bentuk kompensasi lain yang layak sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan. Kondisi ini semakin memperburuk keadaan, mengingat banyak dari mereka yang telah lama mengabdikan diri dan mengandalkan pekerjaan ini sebagai sumber penghidupan utama.

Polemik ini menjadi sorotan karena proses pemberhentian para pekerja dilakukan hanya melalui grup WhatsApp. Cara seperti ini dinilai tidak etis dan mencerminkan lemahnya sistem manajemen tenaga kerja yang seharusnya diterapkan oleh pemerintah daerah. Pemberhentian melalui pesan instan tanpa adanya pertemuan resmi atau surat pemberitahuan yang sah menimbulkan kesan bahwa kebijakan ini diambil dengan tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi terhadap pekerja yang terdampak.

Ketika dikonfirmasi, Dinas Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang tidak memberikan respons terkait kebijakan pemberhentian ini. Padahal, dalam situasi seperti ini, seharusnya dinas terkait mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja tetap terlindungi sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Ketidakjelasan sikap dari pemerintah daerah semakin memperkuat dugaan adanya kepentingan tertentu di balik keputusan ini.

Salah satu tokoh pemuda di Tanjungpinang juga turut mengomentari permasalahan ini. Menurutnya, keputusan untuk mengganti tenaga kerja lama dengan yang baru memang merupakan hak dari perusahaan pemenang tender. Namun, jika prosesnya dilakukan dengan mengabaikan prinsip tata kelola yang baik, maka hal ini perlu dipertanyakan. “Jika seperti ini cara pemenang tender tanpa memperhatikan tata kelola manajemen yang sehat dan baik, perlu dipertanyakan ada hubungan apa antara pemenang tender dengan Wali Kota terpilih saat ini?” ujarnya.

Kritik terhadap kebijakan ini semakin tajam seiring dengan munculnya dugaan bahwa pemenang tender memiliki kedekatan khusus dengan pihak pemerintah daerah yang baru. Jika benar ada kepentingan di balik pergantian tenaga kerja ini, maka transparansi pemerintahan Kota Tanjungpinang patut dipertanyakan. Kepercayaan publik terhadap kepemimpinan baru akan semakin melemah jika kebijakan yang diambil justru menimbulkan keresahan di masyarakat.

Di tengah situasi ini, masyarakat Tanjungpinang menunggu sikap tegas dari Wali Kota dan Wakil Wali Kota terkait persoalan ini. Mereka menginginkan kejelasan apakah kebijakan ini murni dilakukan demi efisiensi dan peningkatan kualitas pelayanan ataukah ada unsur lain yang melatarbelakanginya. Jika memang ada ketidakwajaran dalam proses pemberhentian ini, maka seharusnya pemerintah segera turun tangan untuk mencari solusi terbaik bagi para pekerja yang terdampak.

Persoalan ini menjadi ujian bagi kepemimpinan baru Kota Tanjungpinang yang mengusung slogan “berbenah”. Jika benar ingin membangun kota yang lebih baik, maka setiap kebijakan yang diambil harus berlandaskan pada prinsip keadilan dan keberpihakan terhadap masyarakat, terutama mereka yang telah lama mengabdikan diri untuk kepentingan kota. Harapan besar masyarakat kini tertuju pada bagaimana pemerintah menangani permasalahan ini. Keputusan yang diambil akan menjadi cerminan sejauh mana komitmen mereka dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang profesional dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.(Yanti)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *