Skandal di Balik Jeruji: Dugaan Penyimpangan di Rutan dan Lapas Tanjungpinang

Rumah Tzahanan (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tanjungpinang yang berlokasi di Batu 18 kembali menjadi sorotan publik. Sejumlah dugaan penyimpangan, mulai dari praktik pungutan liar (pungli), peredaran narkotika, hingga diskriminasi fasilitas, mencuat ke permukaan.

Sidikfokus.Tanjung Pinang Kepulauan Riau 8 Maret 2025. Pada saat sidikfocus menemui penjaga ( karena hari sabtu minggu pimpinan libur) pewarta di suruh datang lagi hari Senin namun di jelaskan dari penjaga Lapas yang namanya tidak mau disebutkan bahwa informasi adanya pungli di lapas ini tidak benar tidak ada. bertolak belakang informasi ini telah beredar luas, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Kepulauan Riau hingga kini belum melakukan investigasi mendalam. Namun, kasus ini bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan juga melibatkan unsur tindak pidana yang diduga dilakukan oleh oknum petugas dan pejabat Rutan serta Lapas.

Praktik pungli untuk mendapatkan fasilitas khusus masih marak terjadi. Berdasarkan informasi dari warga binaan, petugas, serta keluarga tahanan, sasaran utamanya adalah narapidana dari kalangan atas, seperti terpidana kasus korupsi atau mereka yang memiliki sumber daya finansial besar. Sebagai imbalan atas pungutan yang berkisar antara jutaan hingga ratusan juta rupiah, napi bisa mendapatkan fasilitas eksklusif, mulai dari kamar lebih nyaman, akses hiburan, hingga pelayanan khusus yang tidak dinikmati napi lainnya.

Peredaran narkotika juga diduga dikendalikan dari dalam sel. Lapas dan Rutan menjadi tempat strategis bagi para bandar narkotika untuk menjalankan bisnis haram mereka. Faktor lemahnya pengawasan serta adanya oknum petugas yang korup membuat peredaran narkoba semakin sulit diberantas. Jenis narkotika seperti sabu diduga masih mudah masuk ke dalam lapas melalui jalur-jalur tertentu. Hal ini memperlihatkan lemahnya sistem pengamanan yang seharusnya menjadi prioritas utama.

Kualitas makanan bagi warga binaan juga jauh dari standar. Sesuai standar operasional prosedur (SOP), mereka berhak mendapatkan makanan dengan gizi seimbang. Namun, kenyataannya, porsi makanan sering dikurangi, bahkan lauk yang diberikan jauh dari standar kelayakan. Kondisi ini semakin diperburuk oleh monopoli kantin dalam lapas, yang membuat napi lebih memilih membeli makanan dibanding mengonsumsi jatah yang diberikan. Kantin tersebut diduga menjadi sumber keuntungan bagi oknum tertentu.

Diskriminasi dalam penempatan blok tahanan juga menjadi masalah serius. Praktik pungli yang terjadi menyebabkan adanya kasta dalam blok tahanan. Beberapa blok tahanan dihuni secara padat, dengan kondisi yang tidak manusiawi. Sebaliknya, ada blok yang lebih lengang dan nyaman, yang hanya bisa diakses oleh napi yang mampu membayar “biaya tambahan” kepada oknum petugas. Fenomena ini semakin mempertegas ketimpangan di dalam sistem pemasyarakatan yang seharusnya berlandaskan asas keadilan.

Salah satu mantan napi mengutarakan pungli itu memang ada tapi sangat sulit juga mau di buktikan karena adany pungli klau mau enak ya silahkan tapi ada harga yang harus di bayar dan risikonya napi bisa tidak di perlakukan bahkan di intimidasi sulit mau dapat sempati dari pimpinan lapas agar di berikan akses yang nyaman dan aman bg

Lemahnya pengawasan terhadap petugas menjadi celah bagi berbagai praktik penyimpangan untuk terus berlangsung. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM dinilai tidak cukup aktif dalam melakukan inspeksi atau investigasi terhadap dugaan pelanggaran yang terjadi. Oleh karena itu, sudah saatnya aparat penegak hukum turun tangan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Langkah ini diperlukan agar lapas dan rutan benar-benar menjadi tempat pembinaan bagi narapidana, bukan sekadar sarang praktik korupsi dan ketidakadilan. (Yanti/ARF).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *