Hamas Bertemu Kepala Intelijen Mesir, Bantah Perpanjangan Gencatan Senjata, IDF Gempur Gaza Utara
Kairo/Gaza – Delegasi Hamas mengadakan pertemuan dengan Kepala Badan Intelijen Umum Mesir, Hassan Mahmoud Rashad, di Kairo pada awal Desember 2024. Pertemuan ini menjadi bagian dari upaya diplomatik Mesir untuk menengahi konflik yang semakin intensif antara Hamas dan Israel. Namun, Hamas dengan tegas membantah bahwa mereka telah menyetujui perpanjangan gencatan senjata sementara yang sebelumnya diusulkan oleh mediator Mesir dan Qatar.
Juru bicara Hamas menyatakan bahwa pihaknya hanya akan menerima kesepakatan yang menjamin penghentian penuh agresi Israel terhadap Jalur Gaza, penarikan seluruh pasukan Israel, serta pemulangan ribuan pengungsi yang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat serangan udara dan operasi darat yang dilancarkan Israel. “Kami tidak akan menerima gencatan senjata yang hanya bersifat sementara tanpa jaminan penghentian penuh agresi terhadap rakyat Palestina,” ujar seorang pejabat senior Hamas yang tidak disebutkan namanya.
Di tengah upaya diplomasi yang sedang berlangsung, militer Israel (IDF) terus meningkatkan serangan udara di wilayah Gaza Utara. Serangan terbaru dilaporkan menghantam beberapa titik strategis, termasuk kamp pengungsi Jabaliya, yang menjadi salah satu daerah paling padat di Gaza.
Menurut laporan saksi mata dan lembaga kemanusiaan, puluhan bangunan hancur akibat serangan ini, sementara korban jiwa di kalangan warga sipil terus bertambah. Seorang relawan medis dari Palang Merah Internasional mengungkapkan bahwa fasilitas kesehatan di Gaza kewalahan menangani lonjakan jumlah korban. “Kami kekurangan obat-obatan, listrik terbatas, dan rumah sakit penuh sesak dengan pasien yang membutuhkan perawatan darurat,” ujarnya.
Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan bahwa dalam kurun waktu 24 jam terakhir, lebih dari 50 warga sipil tewas akibat serangan udara dan artileri Israel. Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak yang terjebak di dalam bangunan yang runtuh akibat bom.
Mesir dan Qatar, dua negara yang selama ini berperan sebagai mediator utama dalam konflik ini, terus mengupayakan solusi diplomatik untuk menghentikan pertumpahan darah. Sumber diplomatik di Kairo menyebutkan bahwa Mesir telah mengajukan proposal baru yang mencakup gencatan senjata bertahap, pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel, serta pembukaan jalur kemanusiaan yang lebih luas untuk mengirim bantuan ke Gaza.
Namun, hingga saat ini, belum ada indikasi bahwa Israel atau Hamas akan menyetujui proposal tersebut. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam pernyataannya mengatakan bahwa operasi militer di Gaza akan terus berlanjut sampai “ancaman dari kelompok teroris benar-benar dihilangkan.” Pernyataan ini semakin memperkuat dugaan bahwa Israel tidak akan menghentikan serangan dalam waktu dekat.
Situasi di Gaza semakin memburuk dengan blokade ketat yang masih diterapkan oleh Israel. Persediaan bahan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar semakin menipis, memicu krisis kemanusiaan yang mengkhawatirkan. PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan telah berulang kali menyerukan agar akses bantuan kemanusiaan dibuka lebih luas, namun hingga kini, pengiriman bantuan masih mengalami hambatan besar.
Direktur UNRWA (Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina), Philippe Lazzarini, menyatakan bahwa lebih dari satu juta warga Gaza kini hidup dalam kondisi yang tidak layak. “Kami menghadapi salah satu bencana kemanusiaan terburuk dalam beberapa dekade terakhir. Jika situasi ini terus berlanjut, kelaparan massal tidak bisa dihindari,” katanya.
Reaksi Dunia Internasional
Konflik yang semakin memanas ini mendapat perhatian dari berbagai negara dan organisasi internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kembali menyerukan perlunya deeskalasi dan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional. Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyatakan keprihatinannya terhadap meningkatnya jumlah korban jiwa di Gaza dan mendesak kedua belah pihak untuk segera menghentikan kekerasan.
Sementara itu, Amerika Serikat tetap mempertahankan dukungan kuatnya terhadap Israel, meskipun beberapa anggota Kongres dari Partai Demokrat mulai menyerukan agar Washington menekan Israel untuk menghentikan serangan militernya. “Kita tidak bisa terus mendukung aksi militer yang menyebabkan begitu banyak korban jiwa di kalangan warga sipil,” ujar Senator Bernie Sanders dalam sebuah pernyataan.
Di Eropa, protes besar-besaran terjadi di berbagai kota, termasuk London, Paris, dan Berlin, dengan ribuan demonstran menuntut gencatan senjata segera dan diakhirinya pendudukan Israel atas wilayah Palestina. Beberapa pemimpin Eropa juga telah mengeluarkan pernyataan yang mendesak agar konflik ini segera diselesaikan melalui jalur diplomasi.
Pertemuan antara Hamas dan Kepala Intelijen Mesir menjadi bagian dari upaya diplomasi yang terus dilakukan untuk menghentikan konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel. Namun, dengan terus berlanjutnya serangan IDF di Gaza Utara, serta ketegangan politik yang masih tinggi, prospek tercapainya gencatan senjata yang abadi masih penuh dengan ketidakpastian.
Di tengah situasi yang semakin memburuk, tekanan internasional terhadap kedua belah pihak semakin meningkat. Masyarakat dunia kini menanti apakah diplomasi dapat mengatasi kebuntuan ini atau jika konflik akan terus berlanjut dengan dampak kemanusiaan yang semakin tragis. (Yanti/Redaksi).