Kecewa dengan Keterbukaan Informasi, Pemohon Ajukan Keberatan atas Data yang Diberikan PPID Kepri

Tanjung Pinang – Sejumlah warga Kepulauan Riau yang mengajukan permohonan informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mengungkapkan kekecewaannya terhadap dokumen yang diberikan. Mereka menilai informasi yang diserahkan tidak akurat, tidak transparan, dan tidak mencakup substansi yang diminta.

Pada tanggal 12 Maret 2025, pemohon kembali mengajukan surat keberatan terhadap data yang diberikan oleh PPID. Surat keberatan ini merujuk pada permohonan informasi publik yang diajukan oleh Said Ahmad Syukri dan Andi Rio Framantdha pada 24 Februari 2025. Permohonan tersebut berisi permintaan data terkait capaian kinerja dan kerangka acuan kerja (KAK) tim khusus gubernur dalam pengendalian pencapaian target pembangunan daerah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 79 Tahun 2022.

Dalam permohonan tersebut, pemohon meminta informasi dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), termasuk Dinas Kebudayaan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, serta Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD). Salah satu fokus permohonan adalah lampiran pengeluaran gaji tim khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau selama periode 2001-2025.

Namun, ketika PPID menyerahkan data pada 10 Maret 2025, pemohon merasa bahwa informasi yang diberikan tidak memenuhi harapan dan tidak mencerminkan keterbukaan yang seharusnya. Mereka menilai data yang diserahkan tidak mencakup substansi utama yang mereka minta, sehingga memunculkan pertanyaan mengenai transparansi pemerintah dalam memberikan akses informasi kepada publik.

Keberatan ini diajukan dengan mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pemohon menegaskan bahwa sebagai warga negara, mereka memiliki hak untuk mendapatkan data dan dokumen secara akurat dan mendetail sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya menyampaikan keprihatinannya atas situasi ini. Menurutnya, pemerintah seharusnya tidak menutup-nutupi informasi yang bersifat publik. Jika data yang diberikan tidak lengkap dan seolah-olah disembunyikan, hal ini dapat menimbulkan kecurigaan adanya dugaan manipulasi atau penyalahgunaan wewenang.

“Kami hanya ingin mendapatkan informasi yang seharusnya menjadi hak publik. Jika data yang diberikan tidak jelas dan tidak dapat divalidasi, bagaimana masyarakat bisa percaya bahwa pemerintah berjalan dengan transparan? Seharusnya OPD terkait memberikan data yang akurat, bukan malah membuat kesan ada sesuatu yang ditutup-tutupi,” ujarnya.

Keberatan ini menjadi cerminan bagaimana masyarakat semakin sadar akan hak mereka dalam memperoleh informasi publik. Kasus ini juga menegaskan pentingnya transparansi dalam pemerintahan, agar setiap kebijakan dan pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah dapat diawasi secara lebih terbuka oleh masyarakat.

Saat ini, pemohon berharap PPID Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dapat segera memberikan klarifikasi dan melengkapi dokumen yang diminta agar tidak ada lagi kesalahpahaman antara masyarakat dan pemerintah. Transparansi dalam pengelolaan informasi publik bukan hanya menjadi kewajiban hukum, tetapi juga kunci dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan yang bersih dan akuntabel.(Yanti)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *