Mengenal Tudung Manto, Penutup Kepala Khas Melayu Kepri yang Dikenakan Li Claudia

Batam- Kemeriahan luar biasa menyambut kedatangan Wali Kota sekaligus Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, H Amsakar Achmad dan Wakil Wali Kota sekaligus Wakil Kepala BP Batam, Li Claudia Chandra di ruang VIP Bandara Hang Nadim Batam, Nongsa, Sabtu (1/3/2025) siang.

Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Batam H Raja Muhamad Amin, memasangkan tanjak Melayu kepada Amsakar, disusul setelahnya, anggota Dewan Kehormatan LAM Datuk Hasyimah Nyat Kadir, memasangkan tudung manto (penutup kepala khas Melayu) berwarna hitam dengan lis kuning keemasan, kepada Li Claudia.

Apa itu tudung manto? Dilansir dari IDN Times, tudung manto, berasal dari bahasa Melayu, “tudung” berarti penutup kepala, sedangkan “manto” mengacu pada sulaman atau bordiran dengan benang khusus yang disebut pelingkan.

Tudung Manto biasanya digunakan sebagai pelengkap pakaian adat perempuan Melayu di Kepulauan Riau, khususnya sudah menikah, dan dalam acara adat seperti pernikahan. Meskipun kini kain Tudung Manto sudah bisa dipakai oleh siapa saja, dulunya kain ini memiliki tempat istimewa karena hanya dikenakan oleh kalangan bangsawan.

Kain Tudung Manto ini juga terpilih sebagai salah satu motif wastra untuk desain paspor yang diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 17 Agustus 2024, mewakili kain dari Kepulauan Riau (Kepri).

Tudung manto juga resmi masuk dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada tahun 2015 dengan nomor registrasi 201500182, berasal dari Kepulauan Riau.

Bagi masyarakat Kepri, khususnya Batam, kain tudung manto bukanlah hal yang asing. Karena diperkirakan sudah ada sejak tahun 1755, di era Kerajaan Riau Lingga yang berkuasa di Semenanjung Melayu.

Tudung manto memiliki ciri panjang sekitar 150 – 200 cm dan lebarnya 70 – 80 cm. Tudung ini dibuat dari kain sifon, kase, sari, atau sutra. Ciri khasnya adalah motif atau hiasan khusus yang disebut genggeng atau kelingkan, yang harus terbuat dari bahan asli dan tidak boleh diganti.

Pada masa lalu, warna tudung manto memiliki makna khusus yang terkait dengan status sosial dalam masyarakat. Tudung manto berwarna kuning, dikhususkan untuk keturunan sultan atau raja.

Sedangkan warna hijau dipakai oleh perempuan bergelar syarifah, tuan said ataupun tengku. Masyarakat umum biasanya menggunakan tudung manto berwarna hitam.

Warna-warna lain juga memiliki makna tertentu, seperti warna merah yang dikenakan oleh istri-istri pembesar, dan warna putih yang dapat dipakai oleh masyarakat umum.

Kemudian, warna biru biasanya digunakan oleh bangsawan Riau dan warna hijau untuk yang bergelar tuan said. (Yanti/Nursalim Tinggi).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *