Prof. Dr. Khoiri Tekankan Disiplin Menulis dan Persiapan Mukernas AFEBSKID 2025 dalam Perjalanan ke Singaraja

Dalam perjalanan darat yang memakan waktu kurang lebih empat jam dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai menuju Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Bali, Senin, 28 April 2025, Prof. Dr. Khoiri membagikan sejumlah refleksi penting seputar dunia kepenulisan serta rencana strategis Asosiasi Forum Edukasi Bahasa, Sastra, dan Kebudayaan Indonesia (AFEBSKID).

Perjalanan yang dimulai dengan kemacetan di sekitar Jalan Imam Bonjol hingga Mahendradatta ini tidak menyurutkan semangat diskusi. Di dalam mobil Lucio yang mengantarkan rombongan, Prof. Khoiri berbicara penuh antusias tentang masa depan AFEBSKID dan kesiapan menghadapi Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang akan digelar di Makassar pada Juli 2025 mendatang. Ia menekankan perlunya kolaborasi antardaerah, inovasi berkelanjutan, serta soliditas internal untuk mendorong kemajuan organisasi di tengah dinamika zaman yang terus bergerak cepat.

Tidak hanya membahas soal organisasi, Prof. Khoiri juga membuka tabir perjalanan hidupnya sebagai seorang penulis produktif. Dengan nada ringan namun penuh keyakinan, ia mengungkapkan bahwa menulis telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dirinya. Ia membiasakan diri menulis setiap hari, bahkan dalam sekali duduk mampu menghasilkan 850 hingga 1000 kata, baik dalam bentuk karya ilmiah, puisi, maupun cerpen. Baginya, menulis karya ilmiah justru lebih cepat karena struktur pikirannya sudah terlatih membangun alur logis secara sistematis.

Prof. Khoiri mengenang prinsip awalnya sebelum tahun 2013, yakni “Menulislah setiap hari.” Sebuah prinsip sederhana yang membangun fondasi kedisiplinannya. Namun, seiring perjalanan waktu, ia memperdalam makna prinsip tersebut menjadi “Menulislah sebelum mati, jangan mati sebelum mati.” Ungkapan ini mengandung pesan mendalam bahwa menulis adalah bentuk aktualisasi diri untuk hidup sepenuhnya sebelum ajal menjemput.

Pada tahun 2025 ini, prinsip tersebut kembali diperbaharui menjadi lebih praktis dan tegas: “Duduk dan menulis.” Baginya, begitu tubuh bersandar di kursi, tidak boleh ada jeda untuk bermalas-malasan. Pikiran harus segera difokuskan untuk menghasilkan tulisan. Menulis bukan menunggu ilham datang; menulis justru menjadi pintu pembuka hadirnya inspirasi. Disiplin ini, menurutnya, merupakan kunci keberhasilan menghasilkan karya yang konsisten, bermutu tinggi, dan relevan dengan kebutuhan zaman.

Di tengah perjalanan yang sesekali tersendat, kemudian kembali lancar, perjalanan ini terasa menjadi cermin reflektif atas perjalanan hidup manusia. Setiap tantangan di jalan, menurutnya, mengajarkan tentang ketekunan, kesabaran, dan keyakinan bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan.

Menjelang Universitas Pendidikan Ganesha, harapan dipanjatkan dalam hati oleh setiap penumpang, termasuk saya sendiri yang mendengarkan kisah ini dengan penuh perhatian. Semoga perjalanan ini membawa keselamatan, dan lebih jauh lagi, semoga bara semangat yang dinyalakan Prof. Khoiri di sepanjang perjalanan ini terus menyala dalam setiap langkah kehidupan: menulis bukan lagi sebuah pilihan, melainkan sebuah kebutuhan jiwa yang menghidupkan makna eksistensi manusia. (Nursalim Turatea/Yti)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *