Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang sempat menuai kontroversi akhirnya disahkan tanpa kendala berarti. Kekhawatiran yang berkembang di tengah masyarakat, terutama terkait dengan dugaan bahwa revisi ini akan membawa Indonesia kembali ke era Orde Baru dan menyeret TNI kembali ke ranah politik praktis, terbukti tidak berdasar. Sejumlah aktivis Reformasi 1998 dan elemen masyarakat justru mengajak untuk menghentikan aksi-aksi protes yang dinilai tidak memiliki landasan argumentasi yang kuat.
Salah satu tokoh yang angkat bicara adalah Sulaiman Haikal, aktivis Reformasi 1998 yang telah lama memperjuangkan demokrasi di Indonesia. Dalam pernyataannya, Haikal menegaskan bahwa revisi RUU TNI tidak sedikit pun mencantumkan pasal yang memungkinkan militer kembali berpolitik. Justru, dengan adanya revisi ini, TNI semakin adaptif dalam menghadapi tantangan zaman, termasuk ancaman-ancaman non-tradisional seperti spionase ekonomi dan infiltrasi kekuatan asing.
“Faktanya, tidak ada satupun pasal dalam revisi ini yang mendorong kembalinya militer ke politik praktis. TNI tetap netral dalam politik. Justru dengan revisi ini, mereka bisa lebih adaptif menghadapi ancaman seperti spionase ekonomi. Jika ada pihak yang keberatan, gunakan jalur yang benar seperti diskusi publik, audiensi dengan DPR, atau kajian akademis. Jangan asal ikut-ikutan demonstrasi tanpa memahami esensi dari aksi yang dilakukan,” ujar Haikal.
Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia tengah menghadapi situasi global yang sangat dinamis dan penuh ketidakpastian. Dunia saat ini mengalami perubahan yang begitu cepat, bahkan lebih kompleks dibandingkan periode pasca-Perang Dunia II. Negara-negara adidaya semakin agresif dalam menjalankan agenda politik dan ekonominya, sehingga Indonesia harus mempersiapkan diri dengan memperkuat sinergi antara elemen sipil dan militer.
“Kita menghadapi situasi yang luar biasa. Belum pernah terjadi sejak Perang Dunia II bahwa nilai-nilai kebersamaan dan kemanusiaan dapat begitu saja diabaikan oleh negara-negara besar. Oleh karena itu, kita membutuhkan kolaborasi antara seluruh elemen bangsa, baik sipil maupun militer, untuk menghadapi tantangan yang semakin berat di masa depan,” lanjutnya.
Dalam konteks ini, Haikal menegaskan bahwa generasi reformasi yang dulu berjuang sudah semakin menua, dan kini tanggung jawab besar ada di tangan generasi muda, khususnya mahasiswa. Ia mengajak agar mereka tidak terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki agenda terselubung dengan memanfaatkan aksi demonstrasi sebagai alat tekanan politik.
“Generasi saya dan teman-teman Reformasi 1998 mungkin hanya tinggal beberapa waktu lagi di panggung ini. Tapi nanti, kalianlah yang akan menghadapi tantangan-tantangan ke depan. Oleh karena itu, saya mohon agar teman-teman mahasiswa tetap berpikir jernih dan berkepala dingin dalam menyikapi RUU TNI ini,” katanya.
Menurutnya, RUU ini bukanlah langkah mundur yang akan menarik Indonesia kembali ke masa lalu. Sebaliknya, RUU ini dirancang untuk memastikan bahwa TNI memiliki fleksibilitas dalam mengisi jabatan-jabatan strategis yang berkaitan dengan pertahanan nasional, dengan tetap mengacu pada prinsip profesionalisme dan netralitas politik.
“RUU TNI ini hanya mengatur soal wewenang dan pengisian jabatan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan ke depan. Pengisian jabatan-jabatan ini tetap akan diatur dengan ketat melalui mekanisme hukum yang jelas, sehingga tidak akan terjadi penyalahgunaan kekuasaan,” tegas Haikal.
Selain itu, ia juga menyoroti bahwa pemerintahan yang baru terbentuk di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto sedang dalam tahap konsolidasi. Pemerintah saat ini tengah berupaya memperkuat birokrasi agar segera dapat menjalankan program-program yang dibutuhkan oleh rakyat, terutama di tengah situasi sosial dan ekonomi yang cukup berat.
“Pemerintah baru ini sedang melakukan konsolidasi birokrasi. Kita harus memberi kesempatan agar mereka bisa menyelesaikan konsolidasi ini dengan baik, sehingga dapat memberdayakan rakyat secepat mungkin melalui program-program yang tepat sasaran,” ujarnya.
Haikal pun mengingatkan agar mahasiswa tidak menjadikan RUU TNI sebagai pintu masuk bagi kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan terselubung dan bertentangan dengan arah kebijakan pemerintah saat ini. Ia mengajak semua pihak untuk tetap kritis, namun dengan pendekatan yang lebih konstruktif.
“Mari kita memberikan masukan yang membangun kepada pemerintah. Kita tetap harus menjaga garis perjuangan Reformasi 1998 dan nilai-nilai demokrasi, namun tanpa harus menciptakan kegaduhan yang tidak perlu. Jangan sampai kita terpecah belah hanya karena disusupi kepentingan politik tertentu yang bertentangan dengan tujuan besar bangsa ini,” pungkasnya.
Di akhir pernyataannya, Haikal kembali menegaskan bahwa Indonesia memiliki cita-cita besar yang harus dijaga dan diperjuangkan oleh semua elemen bangsa. Ia berharap mahasiswa dan masyarakat dapat berpikir secara strategis dan visioner dalam menyikapi setiap kebijakan negara.
“Republik ini didirikan dengan cita-cita besar oleh para pendiri bangsa dan para pahlawan kita. Jangan biarkan perjuangan mereka sia-sia. Indonesia harus menjadi negara yang kuat dan maju, dan itu semua bergantung pada teman-teman mahasiswa dan masyarakat saat ini. Kalianlah yang akan menentukan masa depan bangsa ini,” tutupnya.
Dengan pernyataan ini, Haikal dan sejumlah aktivis Reformasi 1998 berharap agar perdebatan mengenai RUU TNI dapat beralih dari ranah aksi jalanan menuju diskusi intelektual yang lebih produktif, guna memastikan bahwa reformasi tetap berjalan di jalur yang benar tanpa mengorbankan stabilitas nasional. (Yanti/ARF)