Tim Ad Hoc Dorong Revisi Perda LAM Kepri Demi Transparansi dan Penguatan Peran Adat

Tanjungpinang, 1 Maret 2025 —
Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepulauan Riau, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2014, kini menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan perannya sebagai lembaga publik yang seharusnya menjadi pelindung dan penggerak budaya serta adat istiadat Melayu di Kepri.

Tim ad hoc, yang dipimpin oleh Datuk Huzrin Hood, secara resmi telah menyerahkan daftar inventaris masalah serta usulan perubahan Perda No. 1 Tahun 2014 kepada Ketua DPRD Kepri, Imam Setiawan, dalam pertemuan di ruang kerjanya. Usulan ini merupakan tindak lanjut dari hasil audiensi pada 11 Februari 2025, di mana Aliansi Penyelamat Kelembagaan Adat Melayu Kepri menyampaikan keprihatinan mereka terhadap lemahnya peran LAM Kepri dalam pelestarian adat istiadat serta perlindungan masyarakat hukum adat.

Menurut Dato Chaidar Rahmat, aliansi ini terbentuk sebagai respons atas minimnya pengaruh LAM dalam mewujudkan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Kepri. Meskipun LAM mendapatkan dana rutin dari APBD, hibah fasilitas gedung, serta kedudukan protokoler dalam acara resmi pemerintahan, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kapasitas kelembagaan masih lemah. Masalah mendasar dalam struktur organisasi, mekanisme rekrutmen, serta regulasi internal yang tidak eksplisit dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) menjadi faktor utama yang menyebabkan polemik dan ketidakseimbangan dalam organisasi.

Tim ad hoc menyoroti bahwa regulasi dalam Perda No. 1 Tahun 2014 sudah tidak lagi mampu mengakomodir perkembangan kelembagaan adat Melayu yang dinamis. Perubahan sosial, gesekan kepentingan dengan pembangunan, serta meningkatnya konflik lahan antara komunitas adat dan investasi modern menjadi tantangan baru yang belum diantisipasi dalam regulasi sebelumnya. Di berbagai daerah di Kepri, norma adat dan sistem nilai masih berkembang, tetapi hingga saat ini belum ada pengakuan formal dari pemerintah terhadap komunitas adat yang ada.

Dalam usulan revisi Perda, tim ad hoc menekankan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan LAM Kepri, termasuk pengawasan langsung oleh gubernur sebagai kepala daerah. Selain itu, mereka juga mendorong penyusunan naskah akademik yang komprehensif untuk memastikan revisi regulasi benar-benar mampu mengakomodasi perkembangan institusi adat dan kebudayaan Melayu Kepri secara lebih baik.

Lebih lanjut, tim ad hoc menyoroti adanya praktik nepotisme dan kolusi yang menyebabkan LAM Kepri kehilangan independensi dan terjebak dalam pengaruh kekuasaan. Akibatnya, lembaga ini kesulitan berperan sebagai penjaga adat yang mandiri dalam menyelesaikan permasalahan di komunitas adat. Oleh karena itu, revisi Perda diharapkan dapat menghadirkan sistem yang lebih transparan, demokratis, dan efektif dalam memperkuat peran lembaga adat Melayu Kepri di masa depan. (Yanti/ARf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *