Waspadai Hoaks dan Narasi Tidak Valid: Seruan Bijak Masyarakat dalam Menyikapi Informasi Sensitif

Batam– Di tengah derasnya arus informasi digital, kehati-hatian dalam menyebarkan berita menjadi semakin penting, terutama ketika menyangkut isu sensitif seperti narkoba dan keterkaitan wilayah tertentu. Percakapan dalam sebuah grup diskusi daring baru-baru ini memperlihatkan kepedulian dan kedewasaan sejumlah anggota dalam menanggapi video yang beredar luas, yang dikaitkan dengan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK).

Beberapa anggota grup menanggapi narasi yang menyebutkan keterlibatan kawasan PIK dalam kasus narkotika, namun menyayangkan tidak adanya bukti konkret dalam video tersebut yang menguatkan klaim tersebut. “Betul tak itu di PIK, Buya? Karena di video tak ada disampaikan barang bukti ditemukan di PIK, tapi di Badan Narkotika. Video tak lengkap,” ujar Robi Kurniawan, salah satu anggota, seraya mengingatkan agar informasi yang belum valid tidak dijadikan dasar menyebarkan narasi.

Ia juga menambahkan, “Memang PIK dalam permasalahan, tapi berita harus benar. Jangan sampai menjadi penyebar hoaks. Coba tabayyun dulu.” Seruan untuk tabayyun atau klarifikasi sebelum menyebarkan informasi menjadi titik utama dalam diskusi tersebut.

Senada dengan itu, Utrianto menyampaikan bahwa dirinya telah mencoba mengonfirmasi langsung ke Badan Narkotika Nasional (BNN), dan menerima jawaban yang menyiratkan bahwa bisnis narkotika adalah dunia yang sangat kompleks dan menggiurkan. Namun demikian, ia tetap menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menarik kesimpulan. “Skrg sulit, buya Robi… yang benar kadang dibilang hoaks, untuk menyembunyikan kebenaran. Malah yang nyata-nyata hoaks itu dibilang kebenaran… alamakkkk,” ungkapnya dengan nada prihatin.

Robi Kurniawan kembali menegaskan, “Lebih aman, jika belum valid, berhati-hati kita, buya… baiknya video saja yang dibagikan, tanpa narasi tambahan, apalagi di grup umum yang bisa dipantau banyak pihak.”

Percakapan itu pun menunjukkan bagaimana anggota grup memiliki kesadaran kolektif dalam menjaga etika bermedia sosial. Mereka menyadari bahwa menyebarkan video dengan narasi tanpa data valid dapat menimbulkan fitnah, keresahan publik, dan bahkan pelanggaran hukum. Seorang anggota lain menyarankan, “Kalau datanya gak valid, gak usah dikasih narasi.”

Dalam penutup diskusi, disampaikan bahwa isu narkoba di Indonesia adalah persoalan serius yang tak bisa diabaikan. Namun, masyarakat juga diingatkan agar tidak serta merta menyebarkan video atau informasi yang belum sepenuhnya diverifikasi. “Meneruskan narasi tak tahu asalnya, dipelajari saja videonya. Saya juga tak paham sangat… Tapi kalau masalah narkoba di Indonesia memang kita gak bisa tutup mata,” ujar Utrianto.

Salah satu solusi yang disarankan adalah membagikan video asli atau tautan wawancara resmi, seperti yang diunggah melalui kanal YouTube tokoh publik Dedi Mulyadi, agar publik bisa menganalisis sendiri isi dari konten tanpa tambahan narasi yang bersifat insinuatif.

Peringatan ini menjadi cerminan penting bagi kita semua, bahwa kebijaksanaan dalam bermedia sosial bukan hanya soal etika, tetapi juga soal tanggung jawab moral dan hukum. Dalam dunia digital yang penuh dengan distorsi informasi, masyarakat harus tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian dan klarifikasi, agar tidak ikut serta dalam menyebarkan kekeliruan yang bisa berdampak luas bagi individu maupun komunitas.(Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *